Second Baby?

Beberapa minggu yang lalu saya sempat menelpon ke rumah Ibu saya (whom I call “Mommy” not because of the trend but I’ve been calling my parents Mommy-Daddy since 1982) dan kebetulan disana ada salah satu Paman yang sedang berkunjung. Salah satu pertanyaan yang terlontar dari Paman saya adalah pertanyaan super duper cliché “Kapan nih punya anak kedua? Si X udah punya kembar tuh dan sekarang dia lagi senang-senangnya…” and I was like “hah? Nanti dulu deh yang ini aja belum keurus bener kok udah punya lagi, ga punya duit…” Itu jawaban super cepat dan tepat, karena kalau kartu joker (financial matter) sudah dikeluarkan, dijamin semua langsung duduk manis dan diam, atau mengalihkan pembicaraan.

Actually….

It’s not just about financial matter.

Here is my personal experience as the first born child:

Semasa saya kecil, sering sekali saya merasa cemburu luar biasa terhadap adik-adik saya dan bahkan berujung kepada rasa tidak suka luar biasa kepada Mommy. My Daddy passed away since I was 9 years old and there’s not much memory I had of him. The thing is, I was a jealous and “galak” sister for all my 3 siblings: 2 sisters and 1 brother. Saya tidak ingat kenapa bisa begitu, yang pasti saya ingat kalau saya sering sekali menangis meronta-ronta kalau melihat adik saya bermain dengan Mommy-Daddy, apalagi kalau mereka dibelikan barang baru yang lebih bagus dari punya saya.

Mommy selalu berpikir kalau memang saya ini terlahir dengan personality yang buruk sebagai anak. Selalu saja tantrum tidak jelas, ngambek, dan maunya berantem sama adik-adik. The jealousy grows, and entering teenage-hood, I started to hate my mother. Always clashing, always fighting. Saya bahkan sempat berkhayal jikalau saya ini anak angkat dan bukan berasal dari orang tua yang saya kenal selama ini. For real! Tidak jauh berbeda dengan adik-adik saya, terutama adik perempuan yang lahir setelah saya. Kalau berantem kami sudah tidak lagi main fisik, sudah sampai lempar barang, seru lah pokoknya.

Lalu, saya mulai beranjak dewasa, mulai sibuk dengan kawan-kawan, sekolah, kuliah, pacaran, dan akhirnya kerja. Saya pun mulai bisa memutar sudut pandang dan mulai menganalisa keadaan. Kenapa saya bisa begini dan begitu. Saya mulai berakrab ria dengan artikel majalah tentang kepribadian dan psikologi. And there’s the bright light coming! Note: me and my Mommy are both in a very good relationship and communication now! Happy Ending!

All of my personality: the neediness, excitement to please, always wanting the best, always do the best, semuanya berakar dari rasa cemburu saya dan jiwa kompetitif saya terhadap adik-adik saya. Why? Because we all were born only 1 year apart! And there are FOUR of us! Beberapa waktu lalu, Mommy pun juga sempat mengutarakan hal ini.

Bulan Mei-Juli kemarin, Mommy berkunjung ke Amsterdam dan stay disini untuk menemani saya melahirkan dan mengurus bayi. Beliau melihat kalau anak saya selalu tersenyum dan semua traits-nya perfect dan baik. Lalu Mommy teringat akan saya dulu, katanya ketika saya bayi saya juga seperti itu: damai, ramah, dan playful. Just a plain happy baby. Then why the tantrum? Mommy pun menjawab: “kamu seperti itu pasti gara-gara punya adik kebanyakan, dalam waktu berdekatan” NAH! Jreng jreng jreng…!

Babies are all born happy and content. It’s up to the parents now. Setelah punya anak, saya jadi berlangganan berbagai newsletter soal parenting. Semuanya menekankan perlakuan intensif kepada anak dibawah umur 2 tahun. Semuanya. Perkembangan otak, motorik, dan akhirnya, emosional anak, ada pada stage tersebut. Ketika saya berumur 1,5 tahun, adik saya lahir dan semua perhatian tertuju kepadanya. Well, it was not for nothing, adik saya ini memang punya sedikit masalah dengan selera makan dan sangat pilih-pilih (bahkan sampai sekarang!)

Ooh, post script, I share this on emphasis of MY own experience, no means of dissing my siblings. We are all in the very close relationship now. Really close, and friendly. For real.

Back to the story, karena masalah makan dan rewel, adik saya jadi kurus sekali berbanding terbalik dengan saya yang sehat dan subur. Akhirnya, perhatian orang tua pun banyak tercurah ke adik saya tersebut. Saya pun mulai diacuhkan, I think, I don’t remember. Dan belum lagi adik saya genap 1 tahun (baru 10 bulan), lahir adik laki-laki saya. Makin-makin lah saya dikacangin. Hehehe. Tidak lama kemudian, adik perempuan bungsu saya pun lahir. Lengkap sudah.

So, that’s the story.

Keputusan untuk menambah anak itu ada pada orang tua, tapi juga harus diingat perasaan sang anak. Jangan terlalu egois mempertimbangkan kondisi pribadi eg. selagi masih muda, banyak-banyakin anak, dsb. Hopefully I could manage that as well. Amin.

6 thoughts on “Second Baby?

  1. Ternyata bukan gw doang yang ngerasa sebagai “anak tiri” hehehehehehe. Jadi, kapan Nina bakal punya adik? ….*kabooorsebelumdisambitmaEmaknya:P*

    • Oh iya, gw lupa nulis resolusi gw dan iang untuk anak kedua (well, me at least):
      1. Nunggu Nina umur 3-4 tahun, 4 tahun paling aman
      2. Sebelum Nina berumur 4 tahun, tapi harus dia (Nina) yang minta sendiri, so she actually wants a baby sister/brother jadi bisa diajak ikutan ‘kolaborasi’ dalam pengasuhan gitu..

      That’s my plan

  2. Hahaha.. kalo kata gua sih gak ngepek mau beda berapa taun juga, tergantung gimana caranya lo bisa ngasi liat ke anak lo bahwa u’re equally loved them. Easier to said than done xD

    Gua beda 5 taun dari adek gua, tetep aja kok masi cemburuan 😛

    • So, that’s how I came up with my solution plan, one of which is to wait for Nina to ask for a baby brother/sister… And anyways, she will be at school at 4 years of age and she’ll be busy with friends, games, and everything. Hopefully then she will not be as jealous because she got other things to think of *LOL*

  3. Padahal gw pikir enak banget kalau jaraknya deket sama siblings jd enak mainnya kayak sebaya aja. Kalau gw jarak 5 tahun agak2 susah. Tapi emg gw ga pernah ngerasa jealous karena ortu lebih perhatian ke adek gw jg sih. Mungkin teori lo ada benarnya. Walaupun gw pikir itu tergantung orangnya jg sih.

    • 1st born are usually jealous much, right? Then I stand corrected =P

      Anyways… that’s good that you pointed out Tiws.. 5 tahun.. ga terlalu ’emosional’ apalagi kalo umur segitu udah masuk TK atau playgroup, jadi ga terlalu musingin emak/bapaknya ngapain aja.. udh waktunya mandiri

Leave a reply to cardepus Cancel reply